top of page

Kemuliaan Yesus dalam Kelemahan Kita


Ketika Allah menciptakan Adam dan Hawa, Ia melarang mereka makan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat karena Allah tidak ingin manusia berjalan sendiri dan dengan kekuatannya untuk melakukan hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan yang jahat.


Tetapi setelah makan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, Adam dan Hawa menjadi takut bukan karena mereka melanggar perintah Allah tetapi karena mereka tahu mereka telanjang (Kej. 3:10). Adam dan Hawa kemudian membuat cawat dengan upayanya sendiri untuk menutupi ketelanjangan mereka (Kej. 3:7). Karena mengetahui bahwa cawat tersebut tidak layak, Allah membuatkan bagi mereka pakaian dari kulit binatang (Kej. 3:10).

Peristiwa tersebut menggambarkan bagaimana upaya kita tidak akan pernah bisa melayakkan kita di hadapanNya. Hanya pemberian kebenaran dari Allah melalui korban penumpahan darah Yesus yang bisa melayakkan manusia (dilambangkan dengan jubah dari hewan).

Dalam Yohanes pasal 9, kita melihat bagaimana Yesus yang merupakan perwujudan kasih karunia Allah, mengambil inisiatif untuk menghampiri dan menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya. Orang tersebut buta bukan karena kesalahan si orang buta atau orang tuanya, tetapi supaya kemurahan Allah dinyatakan. Ketika si orang buta kemudian disembuhkan, tampak ada beberapa jenis reaksi manusia. Si orang buta menjadi sembuh, bersukacita, dan selamat karena percaya kepada Anak Manusia (Mesias) yakni Yesus. Orang-orang di sekitarnya takjub melihat kesembuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga ada yang percaya dan ada yang ragu. Demikian pula orang Farisi yang membanggakan status dan ketaatan mereka, ada yang percaya dan ada yang tidak percaya. Orang-orang Yahudi tersebut bertanya sampai beberapa kali untuk memastikan bahwa memang si orang yang buta sejak lairnya tersebut memang telah disembuhkan oleh Yesus. Mereka yang tidak percaya kemudian malah menuduh baik si orang buta maupun Yesus berdosa karena kesembuhan tersebut tidak terjadi menurut cara yang layak, karena dikerjakan di hari Sabat. Perbuatan ketaatan dan ibadah lahiriah seringkali merupakan upaya manusia untuk menutupi kelemahan mereka. Kebanggaan karena ketaatan, meskipun sebenarnya tampak seperti kain kotor yang tidak layak di hadapan Allah (atau cawat), dapat mengakibatkan kesombongan rohani, ketidakpercayaan atas kasih dan kuasa Yesus, dan bahkan rasa dengki terhadap mujizat yang dialami seseorang yang dianggap ‘berdosa’ dan tidak pantas.

Orang-orang Yahudi tersebut bahkan akhirnya menjadi sesat karena menuduh Yesus, Sang Juruselamat dunia, sebagai orang berdosa. Pada saat kita menyadari kelemahan kita, kita tidak perlu menutup-nutupinya, tetapi kita perlu datang kepada Yesus, apapun bentuk kelemahan kita tersebut. Mungkin kelemahan tersebut ada dalam diri pribadi kita, keluarga, usaha, pekerjaan, pelayanan, studi, atau kesehatan kita. Kelemahan kita adalah sarana untuk melihat kekuatan, kemuliaan, dan pekerjaan Allah dinyatakan dalam hidup kita.

Percayalah akan kuasa Yesus dan datanglah kepadaNya karena Ia adalah Imam Besar kita yang dapat turut merasakan kelemahan kita (Ibrani 4:15). Ia adalah Juruselamat yang akan memulihkan kita. Yesus tidak menuntut kita untuk menjadi sempurna dengan kekuatan kita. Ia ingin kita bergantung kepadaNya untuk menyempurnakan kita. Datanglah kepada Yesus hari ini juga, bawalah kelemahanmu di hadapanNya dan di sana kekuatan Tuhan menjadi sempurna (2 Korintus 12:9).

34 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page